- Bacaan I: Kel 1:8–14,22
- Mazmur: Mzm 124:1–3,4–6,7–8
- Injil: Mat 10:34–11:1
”Jangan kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk membawa damai di atas bumi; Aku datang bukan untuk membawa damai, melainkan pedang. Sebab Aku datang untuk memisahkan orang dari ayahnya, anak perempuan dari ibunya, menantu perempuan dari ibu mertuanya, dan musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya. Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari pada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku. Barangsiapa mempertahankan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, dan barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar. Dan barangsiapa memberi air sejuk secangkir saja pun kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya ia tidak akan kehilangan upahnya dari padanya.” Setelah Yesus selesai berpesan kepada kedua belas murid-Nya, pergilah Ia dari sana untuk mengajar dan memberitakan Injil di dalam kota-kota mereka.
Renungan
Pada zaman kolonialisasi kekaisaran Romawi, mereka punya semboyan ”si vis pacem, para bellum—jika mau damai, siapkan perang.” Dengan semboyan itu kekaisaran Roma mau menaklukkan dan memaksa bangsa dan negara lain untuk tunduk di bawah kekuasaannya. Inilah damai semu karena penguasa mau menciptakan perdamaian dengan cara memaksa bangsa dan negara lain untuk tunduk kepadanya. Warna perdamaian semu seperti ini masih sering terjadi dalam masyarakat zaman sekarang. Sering kali orang yang berkonflik, lebih-lebih di pengadilan, mengadakan upaya damai. Namun, perdamaian itu bersyarat. Masing-masing mengajukan syarat atau lebih tepat tuntutan untuk bisa melakukan jalan damai.
Damai tidak berarti membiarkan atau memberikan toleransi suatu kesalahan karena seseorang memenuhi tuntutan yang diajukan. Kristus Sang Raja Damai bukan membawa damai yang seperti itu. Dia akan melawan orang-orang yang suka mempermainkan hukum untuk melakukan ”damai semu”. Damai yang dibawa-Nya adalah damai yang selalu berpihak pada kebenaran dan keadilan supaya orang mengalami damai sejati. Maka, para murid Kristus harus berani memikul salibnya—rela kehilangan nyawanya untuk membela kebenaran dan keadilan demi tercapainya kedamaian yang sejati. Orang-orang yang tidak mau melakukannya, Yesus mengatakan, ”Ia tidak layak bagi-Ku” (Mat. 10:37).
Tuhan, Engkau rela kehilangan nyawa agar aku mengalami keselamatan. Jadikanlah aku saksi-Mu yang tidak mudah patah semangat ketika mengalami kesulitan dan rela berkorban demi kebahagiaan sesama. Amin.
Diambil dari Ziarah Batin 2011
0 comments:
Posting Komentar