- Bacaan I: Hak 2:11–19
- Mazmur: Mzm 106:34–35,36–37,39–40,43ab,44
- Injil: Mat 19:16–22
Ada seorang datang kepada Yesus, dan berkata: ”Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” Jawab Yesus: ”Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik. Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah.” Kata orang itu kepada-Nya: ”Perintah yang mana?” Kata Yesus: ”Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta, hormatilah ayahmu dan ibumu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Kata orang muda itu kepada-Nya: ”Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?” Kata Yesus kepadanya: ”Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.” Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya.
Renungan
Piala Dunia di Afrika Selatan tengah tahun 2010 yang lalu meninggalkan ironi. Mengapa tim-tim papan atas berguguran sebelum mencapai semifinal, dan sebaliknya mengapa tim-tim underdog justru bisa berjaya, sekurang-kurangnya bisa mencapai perempat final? Konon, pasar taruhan mengubah strateginya ketika Italia, Inggris, Prancis, Brazil, dan Argentina satu per satu tumbang, gagal menembus semifinal dan harus segera pulang kandang. Memang, singa tak selamanya galak, dan elang tak selamanya bisa terbang tinggi.
Setelah kematian Yosua, umat Allah yang telah mendiami Tanah Terjanji yang berlimpah susu dan madu itu, mulai tercarut-marut. Mereka menjadi tidak setia kepada Allah nenek moyang mereka, yang telah menuntun mereka menuju tempat ini. Disiplin hidup kacau-balau, tata susila diabaikan, iman dan peribadatan dirusak, semua akibat sikap takabur dan lupa diri.
Mencapai Tanah Terjanji mungkin mudah. Meraih sukses bagi banyak orang juga dianggap masalah sepele. Namun, mempertahankannya tidaklah mudah karena dibutuhkan kesetiaan. Setia dalam berlatih, setia dalam belajar, setia dalam segala rutinitas hidup, setia pada janji perkawinan, setia pada ikrar dan sumpah jabatan, dan setia dalam iman. Mengapa kita tak berani hidup sempurna?
Yesus Tuhanku, Engkau meminta aku meninggalkan segalanya untuk mencapai hidup sempurna. Tegurlah aku manakala aku lalai. Amin.
Diambil dari Ziarah Batin 2011
0 comments:
Posting Komentar