- Bacaan I: Yeh 16:1-15,60,63
- Mazmur Tanggapan: Yeh 12:2-3,4bcd,5-6
- Injil: Mat 19:3-12
Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: ”Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?” Jawab Yesus: ”Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Kata mereka kepada-Nya: ”Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?” Kata Yesus kepada mereka: ”Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.”
Murid-murid itu berkata kepada-Nya: ”Jika demikian halnya hubungan antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin.” Akan tetapi Ia berkata kepada mereka: ”Tidak semua orang dapat mengerti perkataan itu, hanya mereka yang dikaruniai saja. Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga. Siapa yang dapat mengerti hendaklah ia mengerti.”
Renungan
Begitu mudahkah orang menceraikan suami/istrinya? Yesus menjawab pertanyaan ini dengan ajakan untuk melihat maksud dan tujuan Allah menciptakan laki-laki dan perempuan. Ikatan perkawinan yang sesuai dengan rencana Allah tidak boleh diceraikan manusia. Suami/istri begitu mudah meninggalkan istri/suaminya dengan beribu macam alasan, misalnya kehambaran cinta dan perhatian dalam hidup berkeluarga, gaya hidup hedonis, kenikmatan sesaat yang membuat orang berselingkuh, dan beribu macam alasan yang sifatnya rasional maupun emosional belaka. Di manakah komitmen janji setia yang pernah diucapkan? Ada yang mengatakan, ”Buat hidup setia kalau hidup menderita? Bukankah kita diciptakan untuk hidup bahagia?”
Begitu sering kebahagiaan itu diartikan sebagai kenikmatan (pleasure) dan ketiadaan penderitaan. Namun, kita tahu dari hidup Yesus bahwa cinta sejati menuntut pengorbanan dan tiada pengorbanan tanpa penderitaan.
Begitu kompleks permasalahan dan tantangan hidup berkeluarga dewasa ini. Kita semua butuh dukungan satu sama lain. Di saat-saat seperti ini Tuhan mengarahkan kita pada awal dari semua komitmen kita dan Dia menjadi kekuatan kita di saat-saat kehambaran cinta melanda keluarga kita.
Tuhan, sumber segala cinta, ajarilah aku agar tetap setia dalam menjaga dan memelihara komitmen yang aku buat. Sadarkanlah diriku bahwa cinta sejati itu selalu menuntut pengorbanan. Amin.
Diambil dari Ziarah Batin 2010
0 comments:
Posting Komentar